Selasa, 20 Desember 2011

Resensi Buku


Judul Buku: Kisah Tragis Oei Hui Lan Putri Orang Terkaya Di Indonesia
Penulis: Agnes Davonar
Penerbit: Intibook
Jumlah Halaman: 309
Harga: Rp55.000,00
  
Sudah banyak buku biografi yang membahas orang terkenal baik tokoh dalam negeri mapun luar. Namun buku ini menyajikan hal yang beda, mungkin tokoh yang diangkat tidak begitu familiar di telinga kita.  Oei  Hui Lan adalah sosok utama yang ada dalam buku bercover hitam ini. Dia anak dari Oei Tiong Ham, seorang pengusaha sukses yang menjalankan bisnis gula, kopra, dan tembakau.
Mungkin sebagian orang tak menyangka bahwa Oei Tiong Ham adalah orang asli Semarang keturunan Cina yang dulu pada masanya merupakan orang terkaya di Indonesia. Mereka sekeluarga tinggal di Jalan Gergaji, Semarang, pada saat itu Indonesia masih bernama Hindia Belanda. Oei Tiong Ham memiliki istri bermana Goei Bing Nio serta dua anak perempuan, Oei Tjong Lan dan yang terkair Oei Hui Lan.
Sebagai seorang pengusaha kaya, dalam buku ini Oei Tiong Ham diceritakan memiliki puluhan gundik atau selir yang tak pasti jumlahnya. Konon menurut kepercayaan orang Tionghoa, semakin banyak keturunan yang diperoleh semakin besar pula rezeki yang nanti akan didapat terlebih anak yang dilahirkan adalah seorang lelaki. Meskipun Oei Tiong Ham menyimpan banyak selir namun istri sah hanyalah Goei Bing Nio.
Buku setebal 309 halaman ini memang secara khusus mengupas kehidupan dinasti Oei Tiong Ham terutama si bungsu, Oei Hui Lan. Secara gamblang, buku ini menjelaskan mengenai kehidupan Oei Hui Lan sejak masa kecil hingga dia wafat. Membaca buku ini tak jauh beda dengan wisata masa lalu yang terasa seperti nyata. Agnes Danovar sebagai penulis berhasil membawa pembaca untuk berimajinasi secara dalam ke ruang waktu puluhan bahkan ratusan tahun lalu. Imajinasi yang ada semakin nyata adanya saat buku ini juga dilengkapi dengan dokumentasi Oei Hui Lan  dan keluarga.
Setiap detail alur cerita dijelaskan dengan sempurna, alur maju dan mundur dipadukan secara apik dibungkus di dalamnya. Diceritakan sebelumnya mengenai kehidupan kakek dan nenek Oei Hui Lan serta jatuh bangun sang ayah, Oei Tiong Ham dalam menjalankan bisnisnya hingga berhasil menasbihkan diri sebagai pengusaha sukses bahkan hingga daratan Asia Tenggara.
Romansa percintaan bahagia dan tragis juga menjadi salah satu bagian paling menarik di dalamnya. Dimulai dengan sepak terjang Oei Tiong Ham sebagai seorang pengusaha yang memiliki banyak simpanan. Sebagai pria flamboyan dan kaya, menikahi wanita idamannya bukan merupakan perkara yang sulit. Segala macam tak-tik bisa ia lakukan, terlebih Oei Tiong Ham memiliki kekayaan serta reputasi baik di tengah masyarakat saat itu. Disaat Oei Tiong Ham terus-menerus memperbanyak gundik, di sisi lain sang istri, Goei Bing Nio, terus dibakar cemburu serta dihantui rasa cemas jika suatu hari sang suami akan meninggalkannya.
Bagian yang paling menarik adalah saat mengikuti perjalanan cinta Oei Hui Lan hingga akhirnya menikah dengan Wellington Koo. Sebelum bertemu dengan Wellington yang akhirnya menjadi suaminya, Hui Lan terlebih dahulu jatuh cinta pada Sui Kan, pria Taiwan yang ia temui saat sedang berlibur ke Singapura. Sayangnya, saat rasa cintanya sudah mencapai tingkatan serius, ternyata Sui Kan merupakan pria beristri yang telah memiliki seorang anak. Disinilah salah satu masa terberat yang ia alami karena dikecewakan oleh cinta pertamanya.
Singkat cerita, akhirnya Oei Hui Lan dijodohkan dengan Wellington Koo, seorang duda beranak dengan jabatan sebagai diplomat. Dia merupakan orang Cina asli, lulusan Colombia University, Amerika Serikat. Setelah menikah dengan Wellington, Hui Lan memasuki fase kehidupan yang berbeda. Tinggal terpisah dengan orang tua dan kakak tercinta. Ia pun harus menerima bahwa Wellington tidak bisa memberikan kemewahan seperti yang selama ini selalu ia dapatkan dari sang ayah, Oei Tiong Ham.
Pada Bagian 12 “kehilangan dan Kesedihan” merupakan titik terendah dalam kehidupan Oei Hui Lan, ia harus rela kehilangan sang ayah secara tiba-tiba. Sang ayah adalah pelindung sekaligus orang terdekat yang mengerti segala keinginanannya, harus ia relakan untuk pergi selamanya meninggalkan dunia. Kesedihan bertambah saat sang ibu dan kakak tidak bisa hadir dalam upacara pemakaman sang ayah.
Kehidupan Oei Hui Lan bak roller-coaster yang bergerak dinamis dan penuh dengan hal yang tak tertebak. Meski ia telah memiliki dua anak, Junior dan Freeman namun biduk rumah tangganya bersama Wellington Koo nyatanya harus kandas di tengah jalan. Kesibukan Wellington dalam mengemban tugas negara menjadi salah satu penyebabnya, hal ini ditambah dengan perselingkuhan yang dilakukan Wellington.
“Harapan Terakhir Saya” adalah bab penutup buku ini, bagian yang menceritakan akhir dalam rentetan perjalanan hidup Oui Hui Lan setelah melalang buana ke berbagai negara mulai dari Indonesia hingga Amerika Serikat. Dari segala macam pengalaman hidup mulai dari cinta hingga pengkhianatan telah ia alami. Hui Lan juga harus menerima kenyataan saat satu persatu orang yang ia kasihi pergi meninggalkan dunia, mulai dari sang ayah, ibu, kakak hingga mantan suaminya. Sebelum akhirnya ia juga wafat pada tahun 1992, muncul keinginan Hui Lan pergi ke Semarang untuk menengok apakah rumah pada saat ia masa kecil masih terawat atau tidak. Meskipun pada akhirnya harapan Oui Hui Lan untuk menginjakkan kaki di Semarang tidak tercapai sampai akhirnya ia menutup mata di usia 93 tahun.
(Yunni Wulan Ndari-D2C 009 023)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar