Selasa, 03 Januari 2012

Kekayaan Semarang akan Wisata Religi

   Sebagai salah satu daerah di Indonesia, Semarang memiliki banyak bangunan kuno bernilai historis dan arsitektur tinggi yang layak dikunjungi. Melalui akulturasi budaya yang ada di Semarang membuatnya kaya akan referensi tempat-tempat wisata religius. Berikut tempat wisata religius yang dapat dijadikan referensi untuk layak dikunjungi.

Masjid Agung Jawa Tengah

   Masjid yang terletak di Jalan Gajah Raya memiliki arsitektur yang menarik. Bangunannya meneladani prinsip gugus model kluster dari Masjid Nabawi di Madinah. Arsitekturnya mengambil model dari tradisi masjid para wali dengan membubuhkan corak universal arsitektur Islam pada bangunan pusatnya dengan menonjolkan kubah utama yang dilengkapi dengan minaret runcing menjulang di keempat sisinya.
Masjid seluas 10 ha ini mampu menampung sekitar 13.000 orang. Selain terdapat ruang solat, tempat berwudlu, ruang kantor, ruang kursus dan pelatihan, ruang perpustakaan, ruang akad nikah dan auditorium, juga disediakan galeri pertokoan, ruang kantor yang disewakan, dan toko suvenir.

Gereja Blenduk

   Walaupun saat ini Gereja Blenduk telah berusia kurang lebih 258 tahun, gereja tersebut masih berdiri kokoh. Gereja yang pada mulanya dibangun oleh bangsa Portugis awalnya masih berbentuk sederhana. Kemudian disempurnakan oleh Belanda yang saat itu berkuasa di Indonesia. Dua arsiteknya bernama HPA de Wilde dan Westmaas menyempurnakan bangunan dan selesai tahun 1745.

Masjid Menara (Masjid Layur)

   Masjid yang lebih dikenal dengan sebutan Masjid Menara Kampung Melayu ini berdiri pada tahun 1802. Masjid ini dibangun oleh saudagar dari Yaman yang bermukim di Semarang. Dari luar yang terlihat hanya menaranya saja yang tinggi, karena kompleks masjid tersebut dibatasi oleh tembok tinggi ± 5 meter, yang di tengah-tengahnya memiliki gerbang. Dinding masjid dihiasi ornamen bermotif geometrik dan berwarna-warni.
Sementara fungsi menara adalah tempat bilal atau muazin. Pada masa perang kemerdekaan 1945 – 1949 fungsi menara berubah sebagai menara pengawas pantai.

Kelenteng Gedung Batu (Sam Poo Kong)

   Mengingat kelenteng ini tentunya tidak lepas dari sosok pelaut besar dari negeri Tiongkok, Laksamana Cheng Hoo yang hidup pada zaman kaisar ketiga Dinasti Ming, yaitu Zhu De. Beliau yang saat itu melakukan pelayaran menyusuri pantai laut Jawa sampai pada sungai yang sekarang ini dikenal dengan sungai Kaligarang mendarat di desa Simongan. Di situlah Laksamana mendirikan tempat peribadatan yang sekarang kita kenal dengan nama Kelenteng Gedung batu (Sam Poo Kong).
Banyak yang tidak mengira pada awalnya tempat peribadatan ini adalah musola karena Laksamana adalah seorang muslim. Namun seiring dengan perkembangan, banyak yang berkunjung untuk beribadah dengan kepercayaan lain.
Ghela Rakhma Islamey
  D2C009064

Tidak ada komentar:

Posting Komentar